Saya kenal Prabowo sejak kecil. Bapaknya sama bapak saya dekat walau beda ideologi. Satu PSI satu Masyumi. Hubungan dengan umat Islam itu sejak 1989. Dia mulai dengan Hartono Marjono dan Khalil Badawi. Pada 1991, saya yang mempertemukan dia dengan Pak Natsir. Waktu itu ketika belum tahu mau kemana arahnya. Pak Natsir waktu itu menasihati saya agar jangan jauh-jauh dari dia. “Barangkali kamu, secara chemistry tidak cocok dengan dia. Tapi itu jangan dibawa, ibarat orang kawin, kalau kamu ribut sama dia kamu keluar kamar sebentar, tapi jangan sampai putus pembicaraan dengannya.”
Soal Benny Moerdani, dia tidak bisa bicara soal Benny tanpa dilampiaskan. Karena Benny memojokkan umat Islam, bukan karena umat Islamnya. Misalnya contoh Priok. Prabowo sudah di Kopassus. Dia bilang, itu orang Indonesia, jangan lihat Islamnya. Sama-sama Indonesia mereka punya cita-cita, kenapa mesti memusuhi mereka? Kenapa kita tidak ngomong saja sama mereka?

Soal Benny Moerdani, dia tidak bisa bicara soal Benny tanpa dilampiaskan. Karena Benny memojokkan umat Islam, bukan karena umat Islamnya. Misalnya contoh Priok. Prabowo sudah di Kopassus. Dia bilang, itu orang Indonesia, jangan lihat Islamnya. Sama-sama Indonesia mereka punya cita-cita, kenapa mesti memusuhi mereka? Kenapa kita tidak ngomong saja sama mereka? Itu yang menyebabkan beberapa orang menyebut dia penakut.
“Jujurlah, bagaimanapun itu mertua saya. Saya bukan tipe pengkhianat. Kita mesti mengakui bahwa dialah yang menjadikan kawan-kawan kita naik. Tapi kalau harus memilih, maka lebih baik abstain. Saya lebih baik berhenti jadi ABRI.”

Kalau harus memilih mertua dan umat Islam, Prabowo bilang, “Jujurlah, bagaimanapun itu mertua saya. Saya bukan tipe pengkhianat. Kita mesti mengakui bahwa dialah yang menjadikan kawan-kawan kita naik. Tapi kalau harus memilih, maka lebih baik abstain. Saya lebih baik berhenti jadi ABRI.”
Itu pilihan dia, jadi dari situ kita bisa tahu siapa dia. Saya dengar dia dituduh keluarga Cendana berkhianat.
Soal penculikan, yang dia tangkap itu, ingat kan waktu itu kita tiap sebentar ada ancaman bom. Itu siapa sih yang ngancem, kok sekarang orang tidak satupun yang ngomong kita diancam-ancam bom waktu itu? Itu teror namanya.Dia dituduh begitu sebab dia ketemu Amien Rais, Adnan Buyung Nasution, dan lainnya. Ia tidak ingin ada pertumpahan darah yang besar. Saya menduga, dia disingkirkan atas permintaan Soeharto.
Soal penculikan, yang dia tangkap itu, ingat kan waktu itu kita tiap sebentar ada ancaman bom. Itu siapa sih yang ngancem, kok sekarang orang tidak satupun yang ngomong kita diancam-ancam bom waktu itu? Itu teror namanya. Jujur saja, apa itu bukan teror? Melanggar hak asasi manusia. Apa mereka yang menelepon-nelepon gelap itu tidak melanggar hak asasi manusia?
*) Farid Prawiranegara adalah putera Sjafruddin Prawiranegara, gubernur bank sentral Indonesia yang pertama, tokoh Masyumi, dan mantan Presiden PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Artikel ini dimuat di Majalah Sabili No. 4/VI, 2 September 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar