Jumat, 31 Oktober 2014

Sumber Sumber Hukum

·         Segi Materiil:
Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya
hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.

·         Segi Formal:
Sumber hukum formal adalah sumber hukum dari mana secara langsung dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut. Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
Yang termasuk sumber-sumber hukum formal adalah undang-undang, yurisprudensi,  kebiasaan, traktat atau perjanjian internasional, doktrin.
1.Undang-undang :
Undang-undang merupakan salah satu bentuk dari sumber hukum formal, di mana UU dapat dapat diartikan secara material dan formal. Dalam arti material adalah keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum. Dalam arti formal adalah keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang-undang.
2.Yurisprudensi :
Yurisprudensi merupakan istilah asing yang menunjuk pada ketentuan hukum dalam suatu perkara yang diputuskan oleh seorang hakim atau pengadilan. Disamping itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atas doktrin yang dimuat atas putusan diluar ketentua UU, dimana putusan tersebut berdasarkan keyakinan seorang hakim.
3.Kebiasaan :
Dasarnya : Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
4.Traktat :
Traktat (treaty) adalah suatu perjanjian yang diadakan antara dua negara atau lebih, atau kata lain disebut perjanjian antar negara(perjanjian internasional). Adapun 4 fase dalam pembuatan perjanjian antar negara, yaitu :
-          Penetapan(sluiting).
-          Persetujuan masing-masing DPR dari pihak yang bersangkutan.
-          Ratifikasi atau penegasan dari masing masing Kepala Negara.
-          Pelantikan atau pengumuman (afkondinging)
Menurut Sudikmo Mertokusumo tentang traktat yaitu : perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan sebelum disahkan oleh Presiden.
5. Doktrin :

Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut. Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting. Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar