·
Segi
Materiil:
Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil.
Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum,
misalnya
hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
·
Segi
Formal:
Sumber hukum formal adalah sumber hukum dari mana secara langsung
dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber
hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif,
dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan
asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut. Sumber-sumber hukum formal
membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk
hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan
sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
Yang termasuk sumber-sumber hukum formal adalah undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, traktat atau perjanjian
internasional, doktrin.
1.Undang-undang
:
Undang-undang merupakan salah satu bentuk dari sumber hukum formal,
di mana UU dapat dapat diartikan secara material dan formal. Dalam arti
material adalah keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya
disebut undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum. Dalam arti formal
adalah keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut
undang-undang.
2.Yurisprudensi
:
Yurisprudensi merupakan istilah asing yang menunjuk pada ketentuan
hukum dalam suatu perkara yang diputuskan oleh seorang hakim atau pengadilan.
Disamping itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atas doktrin yang
dimuat atas putusan diluar ketentua UU, dimana putusan tersebut berdasarkan
keyakinan seorang hakim.
3.Kebiasaan
:
Dasarnya : Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam
masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam
masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai
hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah
masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan
putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
4.Traktat
:
Traktat (treaty) adalah suatu perjanjian yang diadakan antara dua
negara atau lebih, atau kata lain disebut perjanjian antar negara(perjanjian
internasional). Adapun 4 fase dalam pembuatan perjanjian antar negara, yaitu :
-
Penetapan(sluiting).
-
Persetujuan
masing-masing DPR dari pihak yang bersangkutan.
-
Ratifikasi
atau penegasan dari masing masing Kepala Negara.
-
Pelantikan
atau pengumuman (afkondinging)
Menurut Sudikmo Mertokusumo tentang traktat yaitu : perjanjian yang
harus disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan sebelum disahkan
oleh Presiden.
5. Doktrin
:
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber
hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut. Doktrin
bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam
pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang
paling penting. Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya
dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum
utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar